Sabtu, 10 April 2010

Allah Turun

Perbedaan i’tiqad  Ibnu Taimiyah dengan Ahlussunnah wal Jamaah tentang Tuhan Turun Ke Langit Dunia Setiap malam

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):

“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun pada setiap malam ke langit dunia, ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir. Dia berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepadaKu, niscaya Aku mengabulkannya, siapa yang memohon kepadaKu, niscaya Aku memberinya, siapa yang meminta ampun kepadaKu niscaya Aku mengampuninya!”[1]

Versi Syaikh Ibnu Taimiyah atau ulama-ulama salaf(i)

Hadits yang disepakati keshahihannya ini, merupakan dalil yang shahih dan gamblang, yang menyatakan turunnya Allah Tabaraka wa Ta’ala ke langit dunia pada setiap malam, ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir.

Turunnya Allah Ta’ala ini sesuai dengan kebesaran dan keagunganNya. Turun merupakan salah satu sifat Fi’liyah. Dia turun ketika Dia menghendaki dan kapan saja Dia menghendaki.

Arti turun telah diketahui, tetapi bagaimana keadaan turunNya itu tidak diketahui, mengimaninya merupakan kewajiban, sedangkan bertanya mengenainya adalah bid’ah.

Demikian pula turunnya Allah pada Hari Kiamat, sebagaimana disebutkan dalam al-Kitab-dan as-Sunnah. TurunNya tidak sama dengan turunnya tubuh manusia dari atap rumah ke tanah, yang mana atap tetap berada di atasnya, tetapi Allah Maha Suci dari hal yang demikian itu.[2]

SUMBER:
Kitab: Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah li Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah.
Penulis: Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qathaniy.
Edisi Indonesia: Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah.
Penerjemah: Hawin Murtadho.
Penerbit: At-Tibyan.

FOOTNOTE:

  1. ^ Diriwayatkan al-Bukhari, Fathul Bari XI/377 dan Muslim I/201.

  2. ^ Syarh Hadits an-Nuzul, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, halaman 33 dan ar-Raudhah an-Nadiyah, halaman 175. Lafazh hadits ini milik Muslim.


Versi Ahlussunnah wal jama’ah

Menurut I’tiqad kaum Ahlusunnah wal Jama’ah, Allah tidak turun sebagai manapun yang dikatakan Ibnu Taimiyah.

Maksuh hadist ini, bahwasanya pintu rahmat Allah terbuka malam hari seluas-luasnya, khusus pada akhir-akhir malam. Doa dan permohonan diterima ketika itu.

Oleh karena itu hendaklah mendoa ketika waktu itu. Inilah maksud hadits ini.

Fatwa Ibnu Taimiyah seperti di atas, ditolak oleh jumhur ulama sezaman beliau.

Kalau fatwa beliau dibuka / dipahami pada abad sekarang maka orang semua akan mentertawakannya.

Sebagaimana dimaklumi bahwa bumi ini bundar. Malam di suatu tempat, siang di tempat lain. Kalau di Indonesia, matahari sudah terbenam dan sudah malam maka di Makkah baru pukul 12 siang. Kalau di Indonesia siang bolong, umpamanya pukul 10 pagi maka dinegeri Belanda, betul-betul pukul 2 malam dan begitulah seterusnya.

Nah kalau Allah turun ke langit dunia sepertiga malam terakhir seperti yang diyakini Ibnu Taimiyah, maka pekerjaan Allah hanya turun-turun saja setiap waktu bagi seluruh penduduk dunia, karena waktu sepertiga terakhir dari suatu malam bergantian di seluruh dunia, sedang Allah hanya satu.

Yang benar adalah tafsirannya kaum Ahlussunnah wal jama’ah, bahwa pintu rahmat Allah lebih terbuka pada sepertiga malam terakhir menurut waktu setempat. Karena itu mendo’alah pada waktu itu ! Hal ini dapat kita rasakan, mendoa ketika waktu seperti itu, lebih tenang , khusyuk, lebih berkesan dan sangat terasa dekatnya kita dengan Allah.

18 komentar:

  1. Allah turun ke langit dunia. untuk memahami hadist ini perlu ilmu yg mendalam karna itu dasarx ada di surh Al-Ambiyyah ayat 7 "bertanyalah kpd ahli zikir (orang berilmu) jika kamu tidak mengetahuinya" dan Al-Mujadillah ayat 11. lalu renungkan pepatah ahli zikir" brangsiapa mengenl dirix mk dpt mengnal tuhannya".

    BalasHapus
  2. [...] Jadi keaslian kitab-kitab karya Syaikh Ibnu Taimiyah mulai ada keraguan bagi kami. Sungguh pada zamannya metode pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah ditolak oleh jumhur ulama waktu itu. Bahkan beliau masuk penjara karena perbedaan metode pemahaman. Salah satu perbedaan dapat dilihat di http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/10/allah-turun/ [...]

    BalasHapus
  3. Kenapa anda menolaknya lalu menakwilkannya, karena anda sendiri ketika mendengar hadits ini lalu anda membayangkan bagaimana caranya Allah turun ke langit dunia pada malam hari sementara waktu-waktu di bumi itu berbeda. NAH DISITULAH KESESATAN YANG DOUBLE AKIBAT DARI MENGAGUNGKAN AKAL...

    BalasHapus
  4. Insya Allah ketika kami membaca atau mendengar kalimat "Allah turun" maka kami secara otomatis teringat firman Allah yang artinya “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia”. (QS.al-Syura : 11). Sehingga membayangkannya pun sudah mustahil. Bacalah kembali tulisan ini http://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/05/madzhab_al-asyari1.pdf

    Allah menyuruh kita menggunakan akal dalam mempelajari/memaknai/memahami Al-Quran dan Hadits sebagaimana firman Allah yang artinya,

    “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (Al Baqarah : 269)

    Yang terlarang adalah menggunakan akal untuk membuat hukum atau syariat karena Agama Islam sudah sempurna.

    BalasHapus
  5. Yang pasti , Allah tidak akan pernah naik lagi dan selalu berada di langit dunia. Kenapa ?. Karena tidak ada bagian langit / bumi yang tidak mengalami malam.

    Tks

    BalasHapus
  6. 'mutiarazuhud' menafsirkan sabda Rasul diatas menurut versi ahlus sunnah, ahlus sunnah yang mana? tidak disebutkan disitu, ulama mana yang menafsirkan sabda Rasul tersebut seperti apa yang dikatakan Om 'mutiarazuhud' ini?

    Mutiarazuhud berkata ;
    "Sebagaimana dimaklumi bahwa bumi ini bundar. Malam di suatu tempat, siang di tempat lain. Kalau di Indonesia, matahari sudah terbenam dan sudah malam maka di Makkah baru pukul 12 siang. Kalau di Indonesia siang bolong, umpamanya pukul 10 pagi maka dinegeri Belanda, betul-betul pukul 2 malam dan begitulah seterusnya.

    Nah kalau Allah turun ke langit dunia sepertiga malam terakhir seperti yang diyakini Ibnu Taimiyah, maka pekerjaan Allah hanya turun-turun saja setiap waktu bagi seluruh penduduk dunia, karena waktu sepertiga terakhir dari suatu malam bergantian di seluruh dunia, sedang Allah hanya satu."

    komentar saya ;
    logika berpikir macam apa itu?
    tanpa Om sadari, sesungguhnya perkataan Om itu menggambarkan seolah-olah Allah tidak mampu atau mustahil melakukan hal demikian (turun ke langit dunia pada sepertiga malam, padahal waktu di dunia berbeda-beda) dan yang demikian itu hanya akan membatasi keesaan Allah itu sendiri....
    ini merupakan logika berpikir yang bathil menurut saya.....

    jika yang melakukannya itu adalah makhluk Allah, bisa saja perbuatan itu mustahil, akan tetapi jika yang melakukannya itu adalah Allah Tuhan Semesta Alam tentu saya percaya bahwa Allah akan turun ke langit dunia pada sepertiga malam sesuai dengan kehendak-Nya, walaupun waktu di bumi berbeda-beda dan itu bukanlah hal yg sulit bagi-Nya, mengenai bagaimana cara turunnya, tentu kita tidak perlu mengetahui.....

    itulah makanya, kenapa Ibnu Taimiyah melarang kita untuk mempertanyakan sifat dan cara bagaimana Allah turun ke langit dunia, karena dikhawatirkan umat muslim akan berpikiran seperti Om 'mutiarazuhud' yg terlalu mengedepankan akalnya.....

    BalasHapus
  7. iya saya sudah tau, bukankah memang telah diperingati sebelumnya oleh Ibnu Taimiyah agar kita umat muslim tidak mempertanyakan bagaimana sifat dan cara Allah turun? karena turunnya Allah tentu tidak sama seperti turunnya makhluk Allah.....

    Yg saya permasalahkan disini adalah bahwa Om telah membuat perumpamaan-perumpamaan bathil bahwa seolah-olah Allah tidak mungkin turun ke langit dunia pada sepertiga malam karena waktu didunia itu berbeda-beda dan saya mengartikan kalo perumpamaan Om tsb telah membatasi keesaan Allah, pola pikir yang seperti itulah yg saya tidak setuju !

    kalo soal Allah tidak sama dengan makhluk-Nya, jelas itu tidak bisa kita pungkiri lagi....

    Mengenai Q.S.al-Syura : 11 tsb, ulama mana yang menggunakan ayat tersebut sbg dalil bahwa Allah itu ada tanpa tempat dan tanpa arah? tanpa tempat itu maksudnya ada di mana-mana tempat atau bagaimana? rancu sekali penafsirannya…..

    Jika Allah tanpa tempat dan arah, lalu dimana Dzat Allah berada? Bagaimana jika nanti ada seorang non muslim bertanya kpd kita dimana Allah? dimana Tuhan yang kamu (umat muslim) sembah sehari 5 kali berada?

    Allah memang menganjurkan kita untuk menggunakan akal kita, akan tetapi bukan berarti kita bebas menggunakan akal kita untuk menafsirkan ayat Allah dan sabda Rasul tanpa ilmu dengan hanya mengatas namakan klaim semata bahwa kita telah mendapatkan ‘al-hikmah’ dari Allah.
    Jika seperti itu, Mirza Ghulam Ahmad-pun mampu.

    Bisa saja nanti datang orang bodoh yg mengaku-aku bahwa dia adalah termasuk orang yang telah dianugrahkan 'al-hikmah' (kepahaman tentang Al-Quran dan Sunnah) oleh Allah dan sudah mampu 'mengambil pelajaran' dari Al-Quran dan Hadits, lalu ia menafsirkan Al-Quran dan Hadits berdasarkan akal dan hawa nafsunya sendiri lalu ia sebarkan penafsirannya itu sebagaimana yg pernah dilakukan oleh Mirza Ghulam Ahmad.

    Mereka (Ahmadiyah) sesat dan kufur bukan karena mereka mengingkari ayat-ayat Al-Quran dan Hadits Nabi, mereka sangat patuh dan taat terhadap dalil Al-Quran dan Hadits, akan tetapi kekufuran mereka adalah menafsirkan ayat dan sabda Nabi menurut akal dan hawa nafsunya sendri.

    Itulah yg membuat mereka 'keluar' dari Islam, menafsirkan menurut akalnya sendiri, tafsiran-tafsiran yg tidak pernah dijumpai pada masa Sahabat, Tabi’n dan Tabi’ut Tabi’in.

    BalasHapus
  8. Kalau tidak memikirkan bagaimana cara turunnya Allah, mana mungkin anda menolaknya dan menakwilkannya dengan yang lain ?

    karena setelah dipikirkan caranya dan tidak masuk akal, makanya menolak.

    Akal itu digunakan untuk menerima dan membenarkan semua apa yang disampaikan dari Nabi SAW tanpa menanyakan bagaimana hakikatnya.

    Malaikat jibril tidak ragu-ragu menyampaikan ayat samar kepada nabi muhammad SAW, begitu juga beliau tidak ragu menyampaikannya kepada para sahabat, namun kenapa orang2 asy'ariyah merasa khawatir dalam menyampaikan ayat kepada manusia?

    BalasHapus
  9. @ yusuf ibrahim

    anda bilang :
    Jika Allah tanpa tempat dan arah, lalu dimana Dzat Allah berada? Bagaimana jika nanti ada seorang non muslim bertanya kpd kita dimana Allah? dimana Tuhan yang kamu (umat muslim) sembah sehari 5 kali berada?

    saya jawab :
    kata dimana tidak perlu ditanyakan kepada Allah secara hakiki, karena kata dimana adalah menunjukkan arah, dengan menanyakan dimana, maka pikiran anda pasti membayangkan Dzat Allah sesuai gambaran asal kata 'dimana'..

    kalau ada orang non muslim bertanya dimana ALlah?

    akan saya tanya kepada mereka lebih dulu, memang bagaimana anda mengenal Tuhan, apakah definisi Tuhan dalam pandangan anda...

    mereka pasti menjawab, Tuhan adalah Pencipta..

    nah kalau sudah tahu dan yakin 1000000 persen kalau Tuhan adalah Pencipta, kenapa masih menggambarkan Tuhan seperti makhluq yang terikat dengan arah, tempat dan waktu...

    sama saja mereka telah mengeluarkan kata TUhan dari definisi asalnya yaitu Pencipta..

    kalau mereka membantah, lho kok bisa,,,

    memang ARAH itu bukan ciptaan
    memang WAKTU itu bukan ciptaan
    memang TEMPAT itu bukan ciptaan..

    BalasHapus
  10. @ yusuf ibrahim

    kalau anda ingin mengetahui ALlah dalam al qur'an dan sunnah, lihatlah surat Al Ikhlas,,,

    apakah makna surat tsb tidak cukup jelas bagi kita?

    BalasHapus
  11. pernah kah anda brfkr bahwa anda bsa mlhat apa yg anda lihat

    BalasHapus
  12. tajjali ny allah tak mmbuat kita ragu lagi tk mngnal allah yg srba mha

    BalasHapus
  13. Filsafat tentang ketuhanan itu hanya digeluti oleh orang2 yang tidak punya agama.

    Filsafat itu tidak ada habisnya, bahkan banyak para ulama yang bertobat dari ilmu itu yang diciptakan oleh orang Yunani ..

    Nabi Muhammad SAW telah menyampaikan apa yang perlu diketahui oleh Manusia ..

    Makanya kita harus berpegang teguh terhadap para sahabat yang dijamin PEMAHAMANNYA oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW

    Teori itu hanya dijamin oleh aqal sendiri yang disangka baik dan benar

    BalasHapus
  14. @ Saudara mumetzwae

    Sebelum anda menolak arah, waktu, dan tempat bagi Allah pasti terlebih dahulu anda pasti membayangkan bahwa Allah ada di suatu tempat, mengarah ke arah mana, dan terikat waktu, lalu anda membuyarkannya bayangannya itu dan menolaknya.

    BalasHapus
  15. @ saudara mumetzwae

    Jadi dimana Allah menurut anda? setelah penjelasan anda panjang lebar kesimpulannya apa?

    BalasHapus
  16. wahabi ngaco lagi.....

    BalasHapus